Monday, July 30, 2007

Mengenal Jamaat-e-Islami Pakistan

Pendahuluan

Sudah diakui masyarakat Internasional bahwa subcontinent adalah wilayah di Benua Asia yang produktif dan banyak melahirkan tokoh dan cendikia-muslim, baik yang bertaraf Nasional maupun Internasional. Karya dan pemikiran mereka sangat diperhitungkan oleh dunia Timur maupun Barat, karena pengaruhnya sangat besar dalam kebangkitan dunia Islam, khususnya dalam menghadapi tantangan modernisasi dan konsep-konsep sekuler yang didengungkan oleh Barat.

Setelah merdeka pada tanggal 14 Agustus 1947 dari jajahan Inggris, Pakistan merupakan sebuah negara yang diakui oleh masyarakat internasional. Setelah enam tahun merdeka yang tepatnya pada tahun 1953, organisasi-organisai keagamaan mulai tumbuh di Pakistan. Pergerakan yang pertama berdiri setelah merdeka dan sangat berpengaruh ketika itu adalah pergerakan Khatam-e-Nubuwat. Salah satu tujuan berdiri organisasi ini adalah untuk mengcounter pergerakan Ahmadiyah dibawah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku menjadi nabi dan mendapat wahyu lansung dari malaikat Jibril. Tidak hanya sampai disitu pergerakan Khatam-e-Nubuwat juga masuk dalam kancah politik praktis, hal tersebut dibuktikan dengan adanya campaign melawan regim Ayub Khan yang merupakan penguasa pada ketika itu.(1)

Jamaat-e-Islami Pakistan (JIP) yang dideklerasikan pada 65 tahun yang lalu oleh Maulana Maudoodi, merupakan salah satu organisasi yang sangat berpengaruh ditengah komunitas masyarakat Pakistan secara khusus dan masyarakat internasional secara umum.

JIP tidak hanya sebagai sebuah ORMAS, partai politik, atau organisasi Ishlah, akan tetapi ianya merupakan Jama’atun ‘Aqadiyatun (Ideological Party) yang meyakini bahwa Islam adalah agama yang syamil yang mengatur segala urusan manusia di dunia ini. JIP juga meyakini bahwa organisasi ini bukanlah sebuah Organisasi Nasionalisme yang pengaruhnya hanya sebatas masyarakat setempat, akan tetapi ianya merupakan oraganisasi da’wah yang bertujuan untuk meninggikan kalimah Allah dibuka bumi ini.(2)

Dalam makalah ini, penulis ingin memaparkan sedikit sejarah latar belakang berdirinya JIP, riwayat hidup pendirinya, organisasi-organisasi yang berafialiasi dengan JIP buat pengetahuan kita bersama.


Sejarah Singkat Pendiri JIP(3)
Sayyid Abul A'la Maudoodi lahir di Hyderabad, India Selatan pada tanggal 25 September 1903. Beliau lahir dari sebuah keluarga terhormat yang masih mempunyai silsilah keluarga Nabi Muhammad Saw. Ayahnya Ahmad Hasan adalah seorang pengacara dan nenek moyangnya pemimpin gerakan sufi yang terkenal di subcontinent. Maudoodi adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.

Setelah mendapatkan pendidikan dasar di rumahnya, Maudoodi melanjutkan pendidikannya di Madrasah Furqoniyah, sebuah sekolah dimana kurikulumnya adalah kombinasi dari ilmu Barat Modern dan pendidikan Islam Tradisional. Kemudian setelah itu beliau meneruskan studi di Darul Ulum, Hyderabad. Pada saat itu ayahnya terserang sakit dan akhirnya meninggal. Hal ini menyebabkan beliau tidak dapat melanjutkan pendidikan formalnya di Darul Ulum. Namun hal itu tidak mematahkan semangatnya untuk menuntut ilmu, Beliau tetap belajar walaupun harus berusaha mendapatkan ilmu sendiri (self-acquired). Disamping itu, beliau juga mendapatkan pelajaran dari guru-gurunya di luar institusi. Penguasaannya akan bahasa Arab, Persia dan Inggris memberikannya kemudahan dalam menguasai ilmu Islam Tradisional dan ilmu Barat Modern. Jadi, perkembangan intelektual Maudoodi adalah merupakan hasil dari self-acquired dan stimulasi yang ia dapatkan dari guru-gurunya diluar institusi.

Maudoodi memulai karirnya dalam kancah intelektual subcontinent disaat usianya masih terbilang muda, yaitu 17 tahun. Ia terpilih menjadi editor koran dan majalah al-Jam'iyat yang merupakan organ dari Jam'iyatu al-Ulama-il-Hindi, sebuah organisasi para cendekia-muslim India. Di bawah pimpinannya al-Jam'iyat mengalami kemajuan yang sangat pesat dimana ia menjadi wadah central para intelektual muslim India dalam menuangkan ide-ide mereka. Maka tidak heran jika al-Jam'iyat menjadi koran muslim terbesar di India ketika itu.

Disamping bergelut dengan pena, Maudoodi juga aktif berjuang di dunia politik. beliau bergabung dengan pergerakan khilafat, sebuah gerakan oposisi melawan Inggris yang pada saat itu berkuasa di India. Tetapi beliau merasa kurang puas dengan management dan kepemimpinan dalam gerakan tersebut. Akhirnya, mengundurkan diri dan lebih memilih untuk berkonsentrasi di dunia akademis dan jurnalistik.

Pada tahun 1933, setelah mengundurkan diri dari al-Jam'iyat, Maudoodi menjadi editor Majalah bulanan "Tarjuman al-Quran" majalah ini menjadi kendaraan dalam menyebarluaskan ide dan pemikirannya di daratan anak benua India. Pada awalnya, beliau hanya mengekspos ide, nilai dan prinsip-prinsip dasar Islam, kemudian berkembang dengan mengangkat permasalahan dan konflik antara Islam dan Barat. Tidak hanya itu, beliau juga berusaha menyuguhkan problematika dunia modern beserta solusinya yang diambil dari sudut pandang Islam. Beliau yakin bahwa al-Quran dan as-Sunnah dapat menjawab tantangan zaman, maka beliau selalu berusaha menyikapi berbagai permasalahan dengan kembali pada pijakan dasar umat Islam, yaitu al-Quran dan as-Sunnah.

Maudoodi tidak hanya mencurahkan seluruh energi yang ada pada dirinya untuk menyebarkan ajaran Islam, tapi juga berusaha mengaplikasikannya dalam realitas kehidupan. Ia selalu menegaskan bahwa Islam bukan semata-mata agama yang berisikan doktrin-doktrin metafisikal ataupun ritual-ritual keagamaan, namun Islam adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aktivitas kehidupan manusia. Maka tidak heran jika ia dianggap sebagai figur yang mempunyai sifat ketokohan yang sejati dengan pemikiran-pemikirannya yang mampu menembus batas geografis subcontinent.

Disela-sela kesibukannya dalam dunia tulis menulis, Maudoodi tergelitik untuk kembali menapaki dunia politik. Dengan didukung oleh kematangan intelektual dan kepekaannya terhadap permasalahan nasional dan internasional, ia mendirikan organisasi baru yang diberi nama "Jamaat-l-Islami". Organisasi ini masih tetap eksis hingga kini dan bahkan menjadi salah satu partai politik Islam terkuat di Pakistan.

Dengan keterlibatannya langsung dalam urusan politik, khususnya sejak tahun 1948, Maudoodi harus menerima berbagai siksaan dari elit penguasa Pakistan yang tidak sejalan dengan motif dan tujuan pergerakannya. Bukan hanya itu, pada tahun 1953, Maudoodi berhasil lolos dari tiang gantungan dan pada tahun 1963 beliau selamat dari upaya pembunuhan.

Karya perdananya yang ditulis saat beliau berusia 20-an adalah ”al-Jihad fi al-Islam" yang merupakan jawapan dari penyataan Mahatma Ghandi bahwa agama Islam tersebar luas dengan pedang. Karya tulis ini mendapatkan sambutan baik dari penyair sekaligus filosuf subcontinent, Muhammad Iqbal.

Selain itu, Maulanan Maudoodi telah menulis lebih dari 120 buku, dan buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke berbagai bahasa yang diantaranya Arab, Inggris, Jerman, Turki, Persia, India, Perancis, Bengali dan Bahasa Indonesia. Karyanya yang monumental adalah tafsir Quran dalam bahasa Urdu yang berjudul "Tafhim al-Quran". Ia menghabiskan waktu selama 30 tahun untuk menulis tafsir tersebut. Karakteristik utama tafsir ini adalah mengedepankan relevansi Quran dengan kehidupan manusia sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.

Pada bulan April 1979, Maulana Maudoodi terserang penyakit ginjal yang sudah dideritanya sejak lama. Walaupun sudah mendapatkan perawatan yang intensif di New York, penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh. Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 22 September 1979, diusianya yang ke-76 dan dimakamkan di kediamannya, Lahore. Sebagian pemimpin-pemimpin pergerakan Islam diseluruh dunia datang kepakistan untuk mengucapkan ta’ziah. Solat jenazah beliau dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Yusuf Al-Qardhowi.

Latar Belakang Ide Mendirikan Jamaat-e-Islami Pakistan

A. Asal Usul Jamaat-e-Islami Pakistan (1932 - 1938)
JIP sebenarnya adalah brainchild (karya ciptaan) Maulana Maudoodi (1903-1979) ide mendirikan Jamaat-e-Islami muncul ketika beliau mengigat berbagai masalah yang dihadapi umat Islam India. Maudoodi yakin bahwa tidak ada partai muslim yang akan berhasil kecuali mengikuti standar religious dan etika yang tinggi. Pentingnya partai bukan dilihat dari banyaknya jumlah anggota, tapi terletak pada seberapa jauh antara pemikiran dan aksinya dapat dipegang, karenanya Jamaat-e-Islami pada mulanya adalah merupakan pergerakan da’wah.

Maudoodi juga belajar banyak dari sejarah India. Abul Kalam Azad (1888-1958) pada decade ke-2 di abad 20 melalui jurnalnya Al-hilal mempromosikan partai Hizbullah, sebuah organisasi yang dibentuk untuk membangkitkan kesadaran beragama diantara umat Islam dan melindungi kemaslahatan politisi umat Islam. Pada tahun 1920 Abul Kalam Azad mengusulkan skema organisasi baru, beliau menyarankan umat Islam untuk memilih seorang Amir Shariat di setiap provinsi di India yang dibantu oleh majlis ulama untuk mengayomi urusan keagamaan umat Islam. Maka beliau mengirimkan beberapa orang kawanya yang telah dibai’at ke seluruh provinsi di India untuk membai’at orang lain atas namanya. Diantara utusan beliau itu adalah Mistri Muhammad Siddiq, seorang kawan dekat Maudoodi di tahun 1930 yang mempengaruhi pemikiran organisasi Maudoodi dan banyak membantu mendirikan JIP.

Sebagaiman disebutkan sebelumnya, Maudoodi juga pernah aktif dalam pergerakan Khilafat dan ikut mengorganisasikan umat Islam untuk meraih dukungan. Maudoodi juga belajar dari keberhasilan beberapa organisasi seperti Tahrik-i-Khaksar oleh Inayatullah Mashriqi (1888-1963) yang terkenal bakat organisasinya. Juga belajar dari Ali Jinnah pemimpin Muslim League yang banyak menekankan solidaritas, terorganisir dan bermoral.

Sufisme juga mempengaruhi JIP, sebagaimana Maudoodi melihat dalam tatanan sufi ada model organisasi yang amat berharga yan disebut Khanaqah dimana beberapa orang sufi tinggal di sana agar menjadi lebih dekat dengan syaikhnya. Tatanan yang ada dalam sufi dimana syaikh memainkan peran utama dan sebagai menyerahan diri sampai pemikiran menjadi konsep peran Amir dalam JIP.

JIP telah menciptakan mekanisme, struktur birokrasi dan manajemen yang dapat menahan berbagai tekanan dari berbagai fraksi dan sistem warisan dimana ia beroperasi. Model kekuatan organisasi yan pernah muncul ditahun 1930-an seperti Fasisme dan Komunisme. JIP bukanlah partai dalam artian liberal demokrat dimana suara terbanyak akan menjadikan pengambil kebijakan, tapi ia lebih mirip denga sebuah ‘senjata organisasi’. Buat Lenin, pemimpin pergerakan dijaring masuk melalui doktrin lalu ditugasi untuk memanuver massa masuk dalam barisan perjuangan menetang tatanan politik dan ekonomi yang ada. JIP juga sama, dengan perbedaan ia lebih memfokuskan perhatiannya pada memanuver pemimpin-pemimpin masyrakat, dibandingkan mengorganisasikan massa. Ini adalah ciri awal yang sama dari model Lanin dalam hal ini telah mencampuradukan makna revolusi di dalam ideologi JIP. JIP adalah gerakan da’wah dan juga pertai politik. Ia akan membawa perubahan dengan cara melebarkan batasan-batasannya sendiri dan berperang melawan stutus quo, tapi denga tujuan menenangkan hati para pemimpin dibanding massa. Maudoodi memang akrab dengan literatur komunis.(4)

B. Muncul Jamaat-e-Islami Pakistan (1938 - 1941)
Solusi organisasi Maudoodi terbentuk antara tahun 1938 – 1941. Di tengah krisis yang menggunung Maudoodi menyerukan semua organisasi dan partai Muslim untuk bersatu, tapi himbawannya tidak mendapat tanggapan. Mereka ada yang condong terlalu sekuler dalam cara pandangannya seperti Muslim League, atau terlalu condong pada kesucian spiritual seperti Jamaah Tabligh. Maudoodi mengkritik kekurangan-kekurangan mereka untuk meraih dukungan. Dan beliau menyebut Jamaat-e-Islami sebagai ‘pertahanan terakhir’ yang diperlukan untuk menghadapi keruntuhan tatanan sosial umat Islam di India.

Pada bulan Januari 1939 Maudoodi tiba di Lahore, Phatankot sebuah desa kecil di sebelah Timur Punjab. Tapi kemudian beliau pindah dari pengasingan di desa itu meninggalkan proyek Darul Islam, sebagai institusi pendidikan dan keagamaan yang didirikannya untuk umat Islam, lalu tinggal di Lahore. Di sana Maudoodi melalui jurnalnya Tarjumanul Quran memfokuskan kritikanya terhadap Muslim League.(5)

Maudoodi banyak menulis dan berpergian jauh. Audience setia beliau adalah kelompok intelektual Muslim. Beliau sering mengunjungi Aligarh Muslim Univesity, Muslim Anglo Oriental Colleage di Amritsar, Islamiyah College di Peshawar, Nadwatul Ulama di Lucknow. Karena sambutan para intelektual itu Maudoodi merasa terdorong dan yakin untuk mendiskusikan cita-citanya dengan lebih terbuka. Kepada merekalah, pada tahun 1939 -1940, di depan publik beliau mengusulkan pembentukan sebuah partai baru. Maudoodi disarankan bahwa beliaulah yang pantas dan sanggup untuk memegang tanpuk kepimpinan.

Tujuan Maudoodi adalah untuk mengubah ‘balance of power’ antara ummat Islam, Hindu dan pemerintah kolonial agar berpindah ketangan umat Islam. Beliau ingin memberikan jalan kepada umat Islam agar dapat menemukan jalan keluar bagi kelemahan politik mereka. Pada munya maudodi berfikir untuk skala seluruh daratan India, tapi ketika beliau mulai tinggal di Lahore pada tahun 1939 beliau mulai yakin bahwa kekuatan dan pengaruh politik umat Hindu di India tidak dapat dibendung lagi.(6)

Antara tahun 1938 – 1947 meskipun Jamaat-e-Islami masih terus beroperasi di India, tapi perhatian Maudoodi lebih banyak terfokuskan pada provinsi sebelah Barat Utara yang mayoritas Muslim. Meskipun beliau tidak berbicara mengenai pembagian India (khususnya untuk Muslim), tapi beliau menyepakati kenyataan politisi yang ada pada saat itu. Maudoodi sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menentang tuntutan Muslim League untuk membagi India, tapi yang ditentangnya adalah sikap sekuler partai itu.

Pada tanggal 26 Agustus 1941, 75 orang hadir atas undangan Maudoodi di rumah Maulana Zafar Iqbal. Undang-undang dasar partai disetujui dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari itu. Dan disepakati bahwa Jamaat-e-Islami akan dipimpin oleh seorang Amir dengan kekuasan terbatas.

Pembicaraan mulai menghangat ketika masuk kepada siapa yang akan menjadi Amir partai. Ada dua orang calon kuat selain Maudoodi: Muhammad Manzur Nu’mani, salah seorang Maulana Deoband dan editor jurnal Al-Furqan sebuah majalah ternama di Lucknow; Amin Ahsan Islahi, editor penerbitan Al-Islah, Murid dari Sayyid Sulaiman Nadwi dan Hamiduddin Farahi dan juga guru di Darul Ulum. Tapi pada tanggal 27 Agustus 1941 mayoritas memilih Maudoodi.(7)

Pada tahun 1945 dalam ijtima’ (rapat) partai seluruh India yang pertama kali Maudoodi terpilih kembali sebagi Amir. Saat itu di Phatankot hadir 800 orang. Perhatian rapat antara tahun 1943 -1947 terpusat bagaiman memecahkan masalah internal, biasanya seputar etika dan disiplin. Misalnya ceramah Maudoodi pada rapat di Allahabad dan Muradpur pada tahun 1946, dan di Madras dan Tonk tahun 1947 terkosentrasi pada bagaimana membangun karakter, dan menyesalkan disiplin dan moral yang lemah.(8)

Tentang masalah Pakistan, sejak didirikannya, JI tidak memiliki sikap yang jelas tentang itu. Tapi ketika ide Pakistan sudah semakin nyata Maudoodi memutuskan untuk menyetujuinya. Lalu beliau melepaskan Jamaat India dari bawah komandonya dan menjadi Amir untuk Jamaat-e-Islami Pakistan. Kini ide Jamaat-e-Islami yang diusung oleh maudoodi itu tetap eksis di beberapa negara di subcontinent diantaranya di India, Bangladesh dan Jammu & Kashmir.

Jamaat-e-Islami Pakistan Setelah Maudoodi
Pada tahun 1972 tampuk kepimpinan JIP beralih kepada Mian Tufail Muhammad, dan beliau merupakan teman akrab Maudoodi sejak awal berdirinya JIP. Dibawah kepimpinan Mian Taufail JIP memainkan peran yang sangat signifikan dalam membantu pemerintahan Zia ul Haq dalam masalah perperangan Afghnisatan melawan Soviet Union. Dan juga ikut dalam pemilu tahun 1985. Mian Tufail memimpin JIP sampai tahun 1987. Amir sekarang, Qazi Husaien Ahmad yang terpilih menjadi Amir sejak tanggal 6 November 1987 merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam kancah dunia perpolitikan di Pakistan. Gagasan pertama untuk bergabungnya partai-partai agama di Pakistan dibawah satu payung partai yaitu Muttahida Majlis-e-Amal (MMA) merupakan ide dari Amir JIP yang sekarang yang bertujuan menyatukan visi dan misi partai-partai agama demi untuk memperbaiki sistem pemerintahan di Paksitan yang notabenenya dipimpin oleh tentara.

Jumlah kader inti JIP secara keseluruhan adalah 15,824 orang. 1,295 adalah wanita. Jumlah anggota 2,844 orang. Simpatisan 56,455 orang, dan 9,381 diantaranya adalah wanita. JIP memiliki kantor diseluruh pakistan sebanyak 1,317 kantor. 1.932 kelompok binaan kader (studies circles) yang mengatur permasalah da’wah (tablighee), organisasi, politik. Semua program ini tiap bulan dilaporkan ke Markaz JIP di Mansoorah Lahore.(9)

Sistem yang dipakai oleh JIP adalah sistem majlis syura. Amir dipilih oleh majlis syura setelah memperhatikan dan mempertimbangkan segala masukan dari para anggota. Dalam struktur organisasi seorang Amir memiliki 6 orang wakil Amir. Dan setiap wakil amir tersebut menjadi ketua di departemen-departemen yang ada. Disana ada beberapa departemen dalam sistem organisasi JIP, diantaranya: departemen organisasi, pedulian agama (religious awareness), training, Public Affairs, Broadcast and Publication, Public Relations, election cell, dll.

JIP dalam mengembangkan sayapnya tidak terbatas pada satu wajihah saja, akan tetapi banyak wajihah yang dipakai untuk mengembangkan da’wah dan pengaruh ditengah-tengah masyarakat. Diantara wajihah-wajihah tersebut adalah:(10)

  1. Kissan Supplies Service, yaitu persatuan para petani.
  2. Pakistan Islamic Medikal Assosiation (PIMA), persatuan para dokter-dokter.
  3. Al-Khidmad Fondation (NGO)
  4. Shabab-e-Milli, organisasi pemuda yang sudah tamat belajar dan para pemuda yang tidak ada kesempatan utuk belajar.
  5. Pakistan Business Forum.
  6. Tehreek-e-Mehnat Pakistan (Labour Movement).
  7. Islami Mizamat-e-Ta’aleem (Islamic System of Education)
  8. Islami Jamiat Thalaba (man & women)
  9. Jamiat Thalaba Arabia ( in religous institusion)
  10. Schools Organization in all provinces, Bazmey Shahi (Sarhad), Bazmey Phegham (Punjab),
  11. Bazmey Sathi (Sind), Bazmey Shahbaz (Balochistan), Bazmey Mujahid (Kashmir).
  12. Islami Jamiat Wukala, organisasi para pengacara.
  13. Jamiat Islami Linnisa’
  14. Engineer Association.

Kesimpulan

Alhamdulilah dengan makalah siangkat ini, penulis mengaharapkan kita dapat memahami pergerakan JIP mulai dari latar belakang berdirinya sampai polemik yang terjadi di anak Benua ini sehinggal lahirnya JIP ditengah-tengah komunitas masyarakat sebagai salah satu Jamaah atau organisasi yang menginginkan ishlah (perbaikan) lewat da’wah dan sekaligus lewat jalur politk praktis. Walaupun dalam perjuanganya JIP – bisa digolongkan – belum begitu berhasil meraih kekuasaan di Pakistan, paling tidak kontribusi mereka terhadap memperbaiki masyrakat setempat banyak dirasakan oleh orang banyak.

Mungkin barangkali, kenapa JIP kurang begitu berhasil dalam merahih suara dalam tiap-tiap pemilu, mungkin dikarenakan kurangnya konsilidasi yang mengakar kebawah. Selama ini garapan yang mereka tekankan adalah bagaimana mempengaruhi para intelektual masyarakat dan para akademis kearah memahami agama Islam yang syamil, yang diharapkan dari para akademis ini mereka dapat mempengaruhi para pengikut mereka sehingga melahirkan masyarakat yang dinamis dan berkeadilan. Tapi, ciat-cita tersebut sempat terkendala karena tidak adanya konsilidasi kebawah sehingga masyarakat golongan menengah kebawah tidak tergarap dalam proses pembentukan pemahaman mereka terhadap agama itu sendiri. Wallahuallam bishowab.

Footnote
* Makalah ini di diskusikan pada tanggal: 5 Juli 2006 di hostel 4 International Islamic University, Islamabad oleh Forum Kajian Islam Al-qalam (FKIQ).
(1) Lihat: “A to Z of Jehadi Organization in Pakistan” 2005. oleh Muhammad Amir Rana, hal: 425. Publisher Marhal Books, New Garden Town, Lahore.
(2) Untuk lebih jelasnya tentang tujuan berdirinya JIP, silakan baca “Al-Jamaah al-Islamiayah fi Bakistan: Da’wah, Manhaj, Nizham, Dustur” Oleh Khalil Ahmad Al-Hamidi, Darul Al-‘Arubah Lidda’wah Al-Islamiyah, Mansoorah- Lahore. Tanpa tahun.
(3) Riwayat hidup ini penulis petik dari berbagai buku dan artikel, diantara buku tersebut ialah: “Sayyed Abul A’ala Maudoodi and His Thought” oleh Prof Masudul Hasan. “Maudoodi Thought and Movement” oleh: Syed Asad Gilani. “Introduction Maudoodi” oleh: Misbahul Islami Farooqi. Dan artikel dari majalah The Muslim World “Authobiographi Abul A’ala Maudoodi” oleh: Sayed Vali Reza Nasr.
(4) Lihat: “The Vanguard of the Islamic Revolution” bagian pertama berjudul “History and Development” hal: 1-5, oleh Sayyed Vali Reza Nasr. I.B Tauris & Co Ltd, 1994.
(5) “Sayyed Abul A’ala Maudoodi and His Thought” oleh Prof Masudul Hasan. Hal: 1/166.
(6) “Sayyed Abul A’ala Maudoodi and His Thought” Loc.cit hal: 1/167.
(7) ibid, hal: 1/244.
(8) ibid. hal: 1/256.
(9) Lihat: “A to Z of Jehadi Organizations in Pakistan” 2005. oleh Muhammad Amir Rana, hal: 425-426. Publisher Marhal Books, New Garden Town, Lahore.
(10) Untuk lebih jelasnya tentang isntitusi yang ada di bawah JIP silakan rujuk; “A to Z of Jehadi Organizations in Pakistan” ibid, hal: 427-432.

Referensi
  1. A to Z of Jehadi Organization in Pakistan, 2005. oleh Muhammad Amir Rana, hal: 425. Publisher Marhal Books, New Garden Town, Lahore.
  2. Al-Jamaah al-Islamiayah fi Bakistan: Da’wah, Manhaj, Nizham, Dustur, Oleh Khalil Ahmad Al-Hamidi, Darul Al-‘Arubah Lidda’wah Al-Islamiyah, Mansoorah- Lahore. Tanpa tahun.
  3. The Vanguard of the Islamic Revolution, oleh: Sayyed Vali Reza Nasr. I.B Tauris & Co Ltd, 1994.
  4. Sayyed Abul A’ala Maudoodi and His Thought, oleh: Prof Masudul Hasan. Islamic Publication (PVT) LTD. Lahore, 1st edition 1984.
  5. Maudoodi Thought and Movement, oleh: Syed Asad Gilani. Islamic Publication (PVT) LTD. Lahore, 1st edition 1984.
  6. Introduction Maudoodi, oleh: Misbahul Islami Farooqi. Student Publication Bureau, Karachi, 1968.
  7. Artikel dari majalah The Muslim World Volume: LXXXV, No: 1-2 Januari-April, 1995 “Authobiographi Abul A’ala Maudoodi” oleh: Sayed Vali Reza Nasr.

Militansi dan Madrasah di Pakistan: Studi Kasus Lal Masjid


Pendahuluan

Madrasah Pakistan pada akhir-akhir ini menjadi topik perdebatan yang tidak ada habis-habisnya. Madrasah dianggap sebagai ‘biang keladi’ pertumpahan darah diantara sekte-sekte yang ada di Pakistan. Anggapan ini bukannya tidak beralasan, sejak dua dekade yang lalu, tepatnya pada akhir 70an dan awal 80an ketika revolusi Iran - sampai sekarang - pergolakan anti syiah semakin gencar di gaungkan oleh kalangan madrasah sunni Deobandi(1) dan Ahli Hadith dalam rangka membendung pengaruh syiah di Pakistan, dan tidak sedikit nyawa melayang dalam tiap-tiap perkelahian diantara dua sekte ini.(2) Namun demikian, perkelahian antar madrasah ini tidak hanya terjadi diantara sunni-syiah saja, akan tetapi juga terjadi antara sesama penganut paham sunni (baca: school of Thougth) lainnya - contohnya deobandi dan barelwi – yang banyak berbeda dalam masalah fiqh yang tidak terlalu prinsipil.

Dari segi perspektif keamanan, sekte-sekte di pakistan mempunyai jaringan sosial, politik dan ekonomi dari lokal dan eksternal. Support yang diberikan oleh Saudi Arabia, Libya, Irak, Iran dan USA dalam membangun madrasah tidaklah sedikit, khususnya ketika perperangan di Afghanistan melawan Uni-soviet mulai pada akhir 70an.

Paska 11 September 2001, pandangan dunia mulai beralih kepada madrasah-madrasah Pakistan. Kalau dulu madrasah dianggap sebagai partner dalam mengusir musuh, kini setelah 11 September madrasahlah yang menjadi musuh bagi banyak kalangan. Kalau mau jujur berdirinya madrasah-madrasah ini tidak lepas dari ikut campur pemerintah Pakistan dan Amerika sendiri. Dan yang lebih parah lagi, madrasah dianggap sebagai ‘Bank Of Terrorist’ yang menjadi ketakutan bagi masyarakat nasional maupun international, khususnya orang Barat.

Sekarang timbul pertanyaan dalam benak kita, apakah benar sumber kekerasan yang ada hanya datang dari madrasah, setelah kasus Lal masjid terjadi ?. Atau ada hal lain yang menyebabkan institusi madrasah begitu disorot akhir-akhir ini? Untuk menjawab pertanyaan diatas, penulis mencoba untuk menjawab melalui tulisan singkat ini.

Gambaran Singkat Pendidikan Agama Islam di Pakistan

Pendidikan agama Islam di Pakistan terbagi kepada tiga kategori :(3)
1. Quranic School
2. Mosque Primary School
3. Madrasah
Yang pertama adalah sekolah dimana anak-anak belajar membaca Al-quran (baca: belajar iqra’). Tempat biasanya di masjid-masjid atau mushalla desa. Waktu belajar tidak teratur dengan jelas. Ada yang pagi, siang dan sore. Ustadz yang mengajar biasanya berasal dari desa tersebut.

Kedua sekolah dasar masjid, yaitu masjid dijadikan tempat belajar bagi anak-anak yang sudah berumur 7 tahun keatas. Inisiatif ini resmi dilakukan oleh pemerintah Zia-ul-Haq pada tahun 80an untuk mengatasi minimnya tempat belajar di pedesaan disebagian tempat di Pakistan. Selain belajar Al-quran mereka juga diajarkan oleh imam masjid setempat mata pelajaran bahasa urdu dan matematika. Namun pendidikan ini sering terkendala disebabkan para imam jarang yang menguasai bahasa urdu dan matematika dengan baik, yang akhirnya kebanyakan sekolah gulung tikar. Sekarang jumlah Mosque Primary School diseluruh Pakistan sekitar 25.000 buah sekolah.

Dan yang terakhir adalah madrasah. Madrasah di Pakistan berbeda dengan pesantren di Indonesia. Di Indonesia para santri tidak diwajibkan untuk manghafal Alquran seluruhnya, kecuali pesantren tersebut pesantren hifzul Alquran. Berbeda dengan di Pakistan, madrasah mewajibkan kepada murid-muridnya untuk menghafal Al-quran 30 juz sebelum belajar materi-materi lain. Karena al-quran merupakan asas bagi pelajar yang ingin mendalamkan ilmu agama.

Ada lima aliran besar pemikiran (school of Thought) di madrasah Pakistan: Deobandi, Barelwi, Ahli Hadith, Salafi dan Syiah. Tiap-tiap aliran pemikiran ini mempunyai metode pembelajaran yang berbeda. Tapi, Deobandi dan Barelwi adalah dua pemikiran yang paling dominan diseluruh madrasah Pakistan.

Madrasah Pakistan dan Jihad Afghanistan

Seperti yang telah disinggung di pendahuluan, bahwa lahirnya madrasah-madrasah di Pakistan tidak lepas dari campur tangan pemerintah dan jaringan international lainnya. Lebih tepatnya lagi, pada tahun 1977 Jenderal Zia-ul-Haq mengambil alih kepimpinan Pakistan melalui kudeta. Dua tahun kemudian Uni-Soviet menyerang Afghanistan yang bertujuan agar mempermudah untuk mendekati kilang-kilang minyak di teluk persia. Melihat ambisi Uni-Soviet ini, Amerika tidak tinggal diam. Ronald Reagen president Amerika pada ketika itu memanfaatkan moment ini untuk menumpaskan kekuasan Uni-soviet yang berkerjasama dengan Pakistan. Reagen langsung mengundang Zia-ul-Haq ke White House dan memberi uang 3 bilion dolar untuk membantu Pakistan melawan Uni-Soviet di Afghanistan. Sejak itu pemerintahan Zia-ul-Haq mulai dengan agenda Islamisasi dalam segala bidang dan tidak mengindahkan segala bentuk protes yang datang dari manapun. Undang-undang yang menyatakan persamaan hak wanita di hapus. Para aktivis demokrasi dipenjara. Disatu sisi pihak pemerintah mulai membangun camp-camp pelatihan mujahidin yang ingin berperang ke Afghanistan berkerja sama dengan pusat badan inteligen Amerika; Central Intelligence Agency (CIA). Sejak itu Berita khusus pakai bahasa arab mulai dikenalkan di Radio dan Televisi Pakistan.(4)

Ketika zaman perperangan Afghanistan-Uni-soviet, madrasah bukan hanya saja tempat generasi muda belajar dan menimba ilmu dari kitab-kitab turath, akan tetapi madrasah juga melatih para santrinya untuk bagaimana mengunakan senjata dan training-training jihad. Madrasah-madrasah yang berorintsikan jihad tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan, khususnya di North Western Frontier Province (NWFP) yang mempunyai perbatasan langsung dengan Afghanistan. Warisan dari conflik peperangan dingin Afghanistan ini menjadi bentuk madrasah-madrasah yang berafiliasi dengan organisasi jihad yang digunakan oleh para aktivis militan dalam menentang pemerintahan dan menuntut untuk menerapkan syariat Islam ala mereka.

Reformasi Madrasah

Sejak awal tahun 2002, hampir tiap bulan terjadi bom bunuh diri di Pakistan. Pada bulan Januari terjadi penyendraan terhadap reporter Wall Street Journal Daniel Pearl dan dia dibunuh pada bulan berikutnya. Pada bulan Maret di tahun yang sama, bom meledak di Gereja Islamabad yang menewaskan 2 orang rakyat Amerika. Di bulan May bom mobil meledak di konsulat Amerika di Karachi yang menewaskan 12 orang Pakistani yang bekerja sebagai satpam.

Melihat berbagai penomena yang terjadi, dalam public speaking yang disiarkan lansung oleh PTV dan Radio Presiden Farvez Musharraf pada tahun 2002 mengumumkan pembekuan beberapa organisasi yang yang berafiliasi langsung dengan jihad. Seperti Jaish-e-Muhammad, Tehreek-e-Nafaz-e-Shariat-e-Mohammadi (TNSM), Sifah-e-Sahabah, Laskar-e-Tayyiba dan Laskar Jhanvi. Dalam kesempatan itu juga Musharraf mengumumkan reformasi terhadap madrasah-madrasah yang ada. Semua maulana diharapkan untuk mengregistrasi madrasah dengan pemerintah. Kurikulum madrasah harus dirubah dengan memasukan pelajaran umum, seperti komputer dan Bahasa Inggris.

Pada awalnya banyak para maulana yang tidak mentaati himbawan dari Musharraf tersebut, karena takut kalau anak didik mereka terpengaruh dengan gaya pendidikan ala barat. Pro dan kotra terjadi dimana-mana. Sehingga wacana reformasi madrasah ini tidak hanya dibincangkan di kalangan para intelektual, akan tetapi hal ini menjadi perbincangan yang hangat di parlemen Pakistan juga.

Melihat himbawan awal yang tidak begitu digubris oleh pemimpin-pemimpin madrasah, akhirnya pemerintah mengancam akan menutup madrasah-madrasah yang illegal dan memulangkan pelajar-pelajar asing yang belajar di Pakistan. Aksi dan ancaman ini keluar setelah bom bunuh diri meledak pada tanggal 7-7-2005 di stasiun kereta api bawah tanah di London. Konon yang tersangka pengeboman tersebut adalah Shehzad Tanweer seorang rakyat Inggris yang pernah datang ke Madrasah Fareedia (sector E-7) dua bulan sebelum pengeboman tersebut.

Berapa jumlah keseluruhan madrasah di Pakistan? Menurut Rahman (2004:311) ada sekitar 10.000 madrasah sekarang di Pakistan dengan jumlah pelajar secara keseluruhan 1.7 milion. Dan penduduk Pakistan yang belajar di madrasah menurut (The International Crisis Groups: 2002) hanya 1/3 dari total penduduk.(5)

Apakah semua madarasah di Pakistan melahirkan militan-militan garis keras? Tidak semua madrasah mendoktrin para santrinya kearah garis keras. Hanya sebagian saja dari madrasah yang ada tersebut yang memang berdirinya sudah mempunyai doktrin tersendiri. Dalam bukunya “A to Z of Jehadi Organizations in Pakistan” Muhammad Amir Rana menjelaskan bahwa madrasah-madrasah di Pakistan yang berorientasikan Jihad relatif minoritas, dari 11 organisasi yang ada hanya 3 yang betul-betul orientasi berdirinya adalah jihad.

Fakta ini juga didukung oleh Peter Bergen dan Swati Pandey dalam opini mereka di New York Time (June 14, 2005) yang berjudul “The Madrasah Myth”. Menurut data yang mereka kaji, dari empat penyerangan: WTC tahun 1993, Embassy Amerika di Kenya tahun 1998, WTC 11 september 2001 dan Bom Bali 2002. 75 orang teroris dibelakang penyerangan tersebut, cuma 9 orang yang jebolan madrasah, selebihnya adalah jebolan universitas barat, khususnya Jerman dan Amerika.

Masih Menurut The International Crisis Groups, Hanya 10 sampai 15 parsen saja dari madrasah-madarasah yang ada di Pakistan yang aktifitasnya yang bersinggungan langsung dengan militan garis keras. Namun demikian mayoritas dari madrasah-madarasah tadi juga andil dalam permusuhan diantara sekte-sekte yang ada.

Kasus Lal Masjid

Lal Masjid (masjid Merah) resmi berdiri pada tahun 1965. Lal dalam bahasa urdu berarti merah, karena pada awal berdiri masjid ini memakai batu-bata merah – persisi sepeti batu-bata bangunan IIU, Islamabad. Namun sekarang batu-bata tersebut tidak kelihatan karena sudah diganti dengan cat berwarna merah. Sejak masjid berdiri banyak pejabat pemerintah, tentara, Prime Minister dan presiden yang telah melaksanakan sholat di masjid bersejarah ini.

President Zia-ul-Haq dan beberapa Inteligen Pakistan (baca: Inteligence Service Investigation-ISI) begitu dekat dengan Maulana Muhammad Abdullah - orang tua Maulana Abdul Aziz dan Abdul Rashid Ghazi – yang ketika itu sebagai imam Lal Masjid. Ketika Afghanistan di serang oleh beruang merah Rusia (1979-1989), Lal masjid memainkan peran yang tidak sedikit dalam merekrut calon-calon mujahidin yang akan dikirim ke Afghanistan. Dengan Karismatik yang dimiliki oleh Maulana Abdullah, President Jeneral Zia-ul-Haq mengunakan kesempatan itu dengan menjadikan beliau sebagai penasehat dan membangun beberapa madrasah di Islamabad dengan bantuan inteligen pakistan yang berkerjasama dengan CIA.(6)

Maulana Abdul Aziz – anak pertama Mulana Abdullah - datang ke Islamabad dari Balochistan ketika beliau berumur 6 tahun. Setelah belajar beberapa tahun di sekolah dasar beliau dikirim ke Jamiah Binnoria di Karachi. Sedangkan adiknya Abdul Rashid Ghazi, Alumnus Universitas Quaid-e-Azam, Islamabad dengan spesialisasi dalam sejarah. Setelah tamat dari Quaid-e-Azam, Ghazi bekerja di UN Culture organization. Kehidupan Ghazi yang pada awalnya terpengaruh dengan western style berobah total setelah ayahnya di bunuh pada tahun 1998. semenjak itu Ghazi resmi bergabung dengan Abangnya maulana Abdul Aziz dan diangkat sebagai wakil imam di Lal-masjid sekaligus menjadi pimpinan madrasah Fareedia.(7)

Masih dalam lingkuangan Lal masjid, disana ada dua jamiah. Jamiah lil banin dan Jamiah Hafsa lil banat yang terpisah oleh tembok. Jamiah Hafsah didirikan pada tahun 1989. Semua jumlah santri yang belajar di sana sekitar 4000 orang. Masing-masing Jamiah ini mempunyai dua departeman. Pertama departeman khusus buat menghafal Al-quaran. Kedua "higher classes" tafsir, usul fiqh, matematika, dan pelajaran umum lainya.(8)

Peta Permasalahan Lal Masjid

Setelah 11 September, pemerintah Pakistan secara resmi mendukung agenda Amerika dalam “war on terror”. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah ini mendapat kecaman dari petinggi Lal masjid karena disamping datangnya Amerika untuk membombardir Afghanistan, Amerika juga mengunakan tanah Pakistan yang Yaqobabad sebagai pangkalan udara tentara Amerika. Perizinan yang diberikan oleh pemerintah kepada Amerika tersebut menuai kemarahan bagi rakyat Pakistan termasuk petinggi Lal Masjid.

Pada bulan Juli 2005, salah seorang mantan pelajar Lal masjid dituduh sebagai pelaku pengeboman di stasiun kereta api bawah tanah di London. Polisi Islamabad mendatangi Lal masjid untuk menginvestigasi hal tersebut. Tapi kedatangan para investigasi itu disambut oleh santri Jamiah Hafsa dengan pentungan dan tongkat.

Pada bulan Januari 2007, para santri secara terang-terangan menantang pemerintah yang meroboh beberapa masjid di Islamabad dengan alasan masjid tersebut berdiri tanpa izin (illegal). Petinggi Lal Masjid dan para santrinya menuntut agar pemerintah membangun kembali masjid-masjid yang sudah dibongkar. Melihat tuntutan mereka tidak digubris oleh pemerintah, santri Jamiah Hafsa rame-rame keluar dan menyendera Children Library yang berdekatan dengan Lal-masjid. Para santri juga mengumumkan untuk menjalankan syariat Islam di lingkungan Lal masjid.

Upaya dialog dengan pimpinan Lal masjid sudah dilakukan oleh pihak pemerintah dengan mengutus mentri agama – Ijaz-ul-Haq. Dalam dialog tersebut para santri menuntuk pembangunan kembali masjid yang telah dirobohkan, kalau tidak maka mereka tetap ngotot untuk tinggal di Children Library.

Merasa tuntutan mereka tidak digubaris oleh pemerintah, lagi-lagi pelajar Lal masjid membuat ulah dengan merampas kaset dan CD di Aapara Market lalu membakarnya. Mereka juga menyendra polisi dan beberapa orang rakyat cina.

Melihat penomena ini semakin parah, pada tanggal 3 Juli 2007 mulai operasi curfew di sekirat Lal masjid yang akhirnya mengakibatkan terbunuhnya orang nomor dua Lal masjid Abdul Rashid Ghazi pada tanggal 10 Juli.

Lal masjid-Lal Masjid baru

Apakah aksi kekerasan dan anti pemerintah di Pakistan akan berakhir sampai disini dengan berakhirnya operasi di Lal masjid? Jawapannya tentu saja tidak.

Hal ini kelihatan jelas setelah sehari berakhirnya operasi di Lal Masjid kawasan Swat, Dera Ismail Khan dan Miram Shah menjadi tempat yang sangat empuk bagi para militan untuk menuntut balas terhadap polisi dan tentara. Sampai sekarang sudah lebih dari 200 orang personil polisi dan tentara yang meninggal dunia, dan tidak sedikit rakyat sivil yang menjadi sasaran bom bunuh diri tersebut.

Selang beberapa hari setelah kasus lal masjid berkahir, Tehreek-e-Nafaz-e-Shariat-e-Mohammadi (TNSM) yang berpusat di Malakand Agency (NWFP) mengumumkan mendirikan syariat Islam. Dua hari setelah itu kelompok yang mengatas namakan pemuda Islam di Balochistan juga mengumumkan untuk mendirikan syariat islam. Entah ini cuma reaksi dari kasus Lal Masjid atau sebaliknya, tapi yang jelas keadaan di Pakistan khususnya di kawasan Federal Administrated Tribal Area (FATA) sangat rawan bagi personil polisi dan tentara.

Penutup

Inilah sedikit gambaran tentang militansi dan madrasah di Paksitan. Penulis yakin makalah ini jauh dari sempurna. Namun paling tidak kita semua mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya yang telah terjadi. Hal ini sangat penting bagi kita mahasiswa Indonesia untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di Negara Jinnah ini, agar kita bisa menyiapkan diri dan berjaga-jaga dalam setiap tindakan. Dan yang lebih penting dari itu adalah mengambil pelajaran atau ibrah dari case ini untuk membangun negara Indonesia yang santun, damai dan sejahtera. Wallahu ‘Allam Bhishowab.

Footnote

* Makalah ini dipresentasikan dalam diskusi bulanan Al-Qalam pada 21 Juli 2007 di sector G-6 Melody Islamabad.
(1) Untuk mengetahui lebih lengkap sejarah Deobandi dan pergerakannya, silakan lihat buku Sohail Mahmoud “Islamic Fundamentalism in Pakistan, Egypt dan Iran” (1995) cet: 1, Vanguard Books Islamabad, hal: 367. dan Dr. Uzma Anzar “A Brief History of Madrasah” (March, 2003), hal: 14 dan seterusnya.
(2) Lihat makalah Katja Riikonen dalam Journal Pakistan Security Research Unit Brief No: 2 yang berjudul “Sectarianism in Pakistan: A Distructive Way of Dealing with Difference” Hal: 3.
(3) Lihat: Dr. Uzma Anzar “A brief history of Madrasah” (March, 2003), Hal: 14-15.
(4) Lihat: tulisan Amir Mir dalam Pengantar buku “A to Z of Jehadi Organization in Pakistan” hal: 5 dan seterusnya.
(5) Candice Lys “Demonizing the “other”: Fundamentalist Pakistani Madrasah and the Construction of Religious Violence”, Marburg Journal of Religion: Vol: 11, No. 1 (June 2006) hal: 2.
(6) Lihat: "Profile: Islamabad's Red Mosque", www. bbcNews.com, 3 July 2007. dan "Lal Masjid: A name synonymous with radical Islam", Associated Press, 11 July 2007. lihat juga di (www.wikipedia.com).
(7) Lihat: www.bbcnews.com, Saturday, 7 July 2007 dan www.wikipedia.com, May 2007.
(8) Lihat wawancara Rebecca Cataldi dengan Abdul Rashid Ghazi (International Center for Religion & Deplomacy), April 23-29, 2007. Hal: 8.

Belajar Bahasa Urdu Yuk...!!!

Merupakan sebuah sunnah bahwa setiap sesuatu pasti memiliki pintu. Setiap pintu harus memiliki kunci. Maka keberhasilan seseorang adalah siapa yang paling cepat mendapatkan kunci dari setiap pintu tadi, baik itu pintu ilmu, pintu rizki, maupun pintu jodoh. Setiap pintu itu memiliki kunci masing-masing dan Islam mengajarkan semua itu kepada kita. Salah satu pintu ilmu adalah bertanya dan membaca.

Demikian halnya dengan bermasyarakat, ianya memerlukan kunci untuk berbaur diantara mereka. Satu hal terpenting agar kita tidak terjebak pada kesalahan besar kita harus memahami mereka baik secara historis, kebudayaan serta tabiat. Namun ada satu hal yang terpenting dibalik pengetahuan semua itu yaitu faktor bahasa. Dengan bahasa kita mampu memahami mereka dan dengan bahasa pula kita mudah mengungkapkan apa yang kita inginkan. sungguh terbayang sekali ketika kita membutuhkan sesuatu namun tidak ada yang memahaminya. Menyebalkan!!!!

Vocabulary berikut, pada awalnya merupakan nota-nota penulis ketika belajar bahasa Urdu di Sayyed Maudoodi Internasional Islamic Institute, Lahore (SMI) yang merupaka compulsory subject bagi mahasiswa baru. Ketika di Lahore dulu, penulis sudah berniat untuk membukukannya, akan tetapi karena kesibukan kuliah dan hal-hal lain, niat tersebut tidak dapat ter-realisasi. Niat itu timbul kembali setelah penulis diminta oleh The House of Knowledge yang berdomisili di Supermarket (F-6) Islamabad untuk mengajar Bahasa Malayu bagi calon diplomat Pakistan ke Malaysia dan orang-orang Pakistan yang ingin berbisnis di Malaysia. Tapi realitanya sampai sekarang belum juga terlaksana..... ngejar thesis bro.... tapi diam-diam aja yah, jangan sampe bang Hendri ama Rohim tau neh, bisa-bisa ga' lulus Managemen Waktunya..... :-)

OK, bagi mahasiswa Indonesia baik baru maupun lama silakan untuk di ulang-ulang lagi Bahasa Urdu-nya sampai lancar. Setelah hafal satu dua kata coba dipraktekin ama caca-caca ato cukidar yang di depan hostel, sopir taksi, lagi belanja di bazar ato ama teman Pakistan sekamar anda.

Belajar Bahasa Urdu sebagai sebuah tindakan preventif sekaligus memudahkan teman-teman berkomunikasi dengan masyarakat di sekeliling kita.

Ok deh, selamat belajar Bahasa Urdu..... Pakistan Zindabad...


Nama Keluarga

Indonesia Urdu

Nama = Nam
Laki-laki =Admi/Lerka
Perampuan = Aurat/Lerki
Keluarga = Khandan
Sanak saudara = Risyta daar
Bapak = Baba/walid
Ibu = Maa
Anak (Lk) = Beta
Anak (Pr) = Beti
Suami = Mia/Syuhar
Isteri = Biwi
Kakek = Dada/Nana
Nenek = Dadi/Nani
Cucu (Lk) = Puta
Cucu (Pr) = Puti
Menantu (Lk) = Damat
Menantu (Pr) = Bahu
Abang (Lk) = Bara bhai
Adik (Lk) = Chota Bhai
Kakak (Pr) = Barri Bhehen
Adik (Pr) = Choti Bhehen
Paman = Caca/Mamu
Bibi = Khala/Puphi
Sepupu =Cacazaad
Anak sdr (Lk) =Bhanja
Anak sdr (Pr) = Bhanji
Abang ipar = Bara behnui
Adik ipar = Chota behnui
Adik beradik = Behen bhai
Anak Istri = Bal-bace
Ibu bapak = Waliden
Tunang = Mangetar
Kawan = Dost
Pembantu (Lk) = Nokar
Pembantu (Pr) = Nokerani

Bersambung......